Perencanaan di arahkan pada upaya
menentukan kegiatan yang akan datang. Rencana yang disusun dengan baik akan
memberikan kontribusi besar dalam penyelesaian masalah dan tuntutan, selain
tentunya mempermudah implementasi.
Dalam konteks perencanaan, dikenal konsep
perencanaan partisipatif, yakni suatu proses penyusunan dokumen perencanaan
yang mengikutsertakan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders). Perencanaan
partisipatif diperlukan agar pengelolaan pembangunan desa dapat berjalan secara
efektif, efisien, optimal, berkelanjutan dan kesetaraan.
Upaya mewujudkan perencanaan partisipatif
sebenarnya telah tersedia dan sudah dilaksanakan dari tahun ke tahun yaitu
melalui forum Musyawarah Desa.
Namun demikian, harus diakui bahwa
kapasitas aparatur desa dalam penyusunan dokumen perencanaan desa (RJPM Desa
dan RKP Desa) dapat dikatakan belum memadai secara keseluruhan.
Hal ini memerlukan perhatian dan penanganan serius dari Pemerintah, pemerintah
daerah dan pemerintah desa itu sendiri.
Peningkatan kapasitas aparatur desa dalam
aspek perencanaan hendaknya hendaknya diikuti dengan kemampuan menyusun
anggaran desa. Hal ini disebabkan perencanaan dan penganggaran merupakan satu
kesatuan integral yang tidak dapat dipisahkan. Dalam konteks ini kemampuan
penyusunan anggaran lebih ditekankan pada penyusunan anggaran pendapatan dan
belanja desa (APB Desa). Dengan demikian, perencaanan dan penganggaran
desa merupakan aspek penting manajemen pemerintahan desa, dan karenanya
kemampuan/kapasitas aparatur desa pun merupakan persoalan yang harus dikelola
dengan sebaik-baiknya.
Peningkatan Kapasitas dalam Pengelolaan Keuangan Desa
Perubahan berbagai kebijakan yang terkait
dengan aspek keuangan desa juga menghendaki kemampuan aparatur desa untuk
mengelola keuangan dan kekayaan desa sejalan dengan tuntutan kebijakan yang
berlaku dalam hal ini adalah Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa.
Atas dasar tersebut, aspek manajemen
keuangan dan kekayaan desa menjadi salah satu aspek yang penting dalam
peningkatan kapasitas aparatur desa. Diharapkan bahwa penguatan pada aspek
kemampuan aparatur desa dalam manajemen keuangan dan kekayaan desa ini dapat
meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pemerintah desa dalam hal keuangan
dan kekayaan desa. Hal yang lebih utama dari peningkatan kapasitas ini adalah
untuk mewujudkan kemampuan manajemen keuangan dan kekayaan yang lebih baik guna
membiayai program dan kegiatan yang menjadi kewenangan desa,
Penyelenggaraan Pemerintahan, Pembangunan, Pembinaan, dan Pemberdayaan masyarakat.
Peningakatan Kapasitas dalam Kepemimpinan
Desa
Dari perspektif
organisasi pemerintahan dan kemasyarakatan desa, unsur kepemimpinan ini
menjadi mutlak adanya karena merupakan inti dari manajemen. Pemimpin yang
berkualitas diyakini akan mendukung pencapaian tujuan organisasi.
Kepemimpinan dimaknai sebagai kemampuan
seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk menjalankan visi-misi dan program
organisasi, demikian halnya untuk kepemimpinan di tingkat desa.
Paradigma Baru mengenai Desa sejalan dengan
peran kepala Desa dalam memimpin Desa di era pembaharuan Desa seperti sekarang
ini. Penjelasan UU nomor 6 tahun 2014 menyatakan Kepala Desa/Desa Adat atau
yang disebut dengan nama lain mempunyai peran penting dalam kedudukannya
sebagai kepanjangan tangan negara yang dekat dengan masyarakat dan sebagai
pemimpin masyarakat.
Tipe kepemimpinan kepala Desa dibagi
menjadi tiga tipe Kepemimpinan, yakni Kepemimpinan regresif, Kepemimpinan
konservatif-involutif dan Kepemimpinan inovatif-progresif.
Aspek paling fundamental dalam menjalankan kepemimpinan Desa adalah Legitimasi,
hal ini terkait erat dengan keabsahan, kepercayaan dan hak berkuasa. legitimasi
berkaitan dengan sikap masyarakat terhadap kewenangan. Kewenangan untuk
memimpin, memerintah, serta menjadi wakil atau representasi dari
masyarakatnya. Oleh karenanya, menjadi penting untuk mencermati aspek
kompetensi seseorang yang dipercaya atau terpilih menjadi kepala desa.
Terkait dengan kompetensi ini, setidaknya
ada lima kapasitas yang harus melekat pada diri seorang kepala desa
diantaranya; (i) Pengetahuan dan pemahaman tentang teori kepemimpinan itu
sendiri, (ii) Pengetahuan dan pemahaman tentang pembuatan peraturan desa; (iii)
pengetahuan dan pemahaman tentang pengambilan keputusan; (iv) Pengetahuan dan
pemahaman tentang manajemen konflik; (v) Pengetahuan dan pemahaman tentang
negosiasi, dan; (vi) yang tidak kalah pentingnya adalah pemahaman dan
penguasaan dalam komunikasi.
Membekali kepala desa dengan kompetensi di atas merupakan langkah tepat yang
harus ditempuh untuk memastikan bahwa aspek kepemimpinan desa sebagai bagian
integral dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan desa secara keseluruhan.
Peningkatan Kapasitas dalam Bidang Penyusunan
Kebijakan Desa
Urgensi aspek kebijakan desa dapat dilihat dari 3 (tiga)
hal : Pertama,bahwa penyusunan kebijakan di tingkat desa merupakan amanat undangundang
dan peraturan pemerintah, khususnya UU No 6 Tahun 2014tentang Desa, PP 43
Tahun 2014 diubah dengan PP 47 Tahun 2015. Kedua,penyusunan kebijakan desa harus memperhatikan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Ketiga, penyusunan kebijakan desamengindikasikan kepekaan pemerintah desa
terhadap hajat hidup masyarakat desa.
Menurut Pasal 1 ayat
(6) Permendagri 111 tahun 2014 tentang Pedoman teknis peraturan di
desa disebutkan bahwa “Peraturan Desa adalah Peraturan
Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan
disepakati bersama BPD”.
Dari pasal ini dapat dijelaskan bahwa
meskipun penyusunan Perdes hanya disebutkan oleh kepala desa dan BPD, namun
pada praktiknya aparat desa-lah (terutama sekretaris desa) yang menyiapkan
draft perdes tersebut. Perdes merupakan penjabaran dari peraturan perundangan
yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Hal ini sangat menarik, karena perdes yang lahir bisa jadi merupakan perpaduan
antara kepentingan kepemerintahan desa dan kearifan lokal di desa yang
bersangkutan.
Selanjutnya, penyusunan perdes mengacu
kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai bagian dari tata
urutan perundang-undangan, maka penyusunan perdes dimaksud harus mengacu
padaPermendagri 111 tahun 2014 tentang Pedoman teknis peraturan di desa.
SELAMAT KOMENTAR