SELAMAT DATANG BERKUNJUNG DI BLOG " YEWOPO WEDAUMA"
Type Here to Get Search Results !

MEMBERANTAS KEBISUAN DENGAN BUDAYA LITERASI MAHASISWA DI KAMPUS SECARA PLAGIARISME

Fotogerafi Frans Tenouye salah satu Mahasiswa yang kereatif inofatif, optimis 


KABAR WEDAUMA NEWS  Mahasiswa di Kampus tidak hentinya-hentinya menyimpan banyak dinamika untuk di kupas. Hirup pikuk kehidupan mahasiswa telah memasuki dekade keapatisan. Dahulu, kampus dikenal sebagai pabrik pemroduksi nalar-nalar kritis yang memacu mahasiswa untuk senantiasa berdedikasi dalam merealisasikan segala simpulan-simpulan pengeksplorasian alam pikirnya. Ketika nalar-nalar kritis berfungsi, tak ada lagi yang namanya masalah sebab segala persoalan-persoalan telah terpecahkan seketika. Berfungsinya nalar kritis mahasiswa seolah memberi ultimatum tak akan memberi penangguhan yang cukup (waktu lama) bagi setiap masalah-masalah untuk menguasai alam pikir mahasiswa atau bahkan dapat menimbulkan segala gejala kepusingan yang berujung stres.

Zaman telah berganti budaya pun mengikuti arus perubahan, telah terjadi pergesaran budaya yang dulunya berjaya budaya kritis, kini budaya bisu menjadi primadona bagi mahasiswa. Mahasiswa yang selalunya dilabeli sebagai panji-panji perubahan, seakan-akan label ini telah kadaluwarsa. Mahasiswa hanya dibesar-besarkan dalam cerita herois para pendahulunya yang laris manis di konsumsi masyarakat dan anehnya sampai saat ini dijadikan alasan kebanggaan bagi mahasiswa generasi baru. Mahasiswa telah di landa amnesia dengan status yang di embannya, kehilangan arah pegangan bagaikan serpihan sampah-sampah yang terombang-ambing ombak lautan. Pasrah tergerus arus dan tak berani beranjak untuk melakukan revolusi diri.


Iklim kehidupan makin hari makin membingungkan dan tak terkontrol, masalah-masalah yang hadir kian menunjukan kompleksitas. Beragam tantangan silih berganti berdatangan, baik aspek sosial maupun aspek didiplin ilmu yang digeluti mahasiswa. Sebenarnya  setiap mahasiswa atau manusia telah dibekali Tuhan dengan nalar, suatu berkah yang tak diberikan Tuhan kepada semua golongan ciptaanNya.

Lewat penjelajahan nalarnya mahasiswa mengmanifestasikan kemerdekaan untuk mengarungi luasnya lautan pemikiran. Sebagai makhluk bebas, doktrin ataupun dogma harus secara selektif dicerna. Jika kita membatasi pemikiran dengan pagar-pagar doktirn ataupun dogma sama halnya kita mencederai kemerdekaan bernalar yang telah di anugrahkan Tuhan.

Sudah sewajarnya dalam mengahadapi kompleksitas masalah-masalah yang membendung langkah mahasiswa untuk berkembang,kita harus menempah diri agar selalu siap menghadapi gebrakan kejutanperubahan, seperti halnya di dunia pertanian padi,saat musim kemarau datang lebih awal memaksakan proses pemanenan secaradini dan hasilnya pun tidak sesuai ekspektasi dikala musim normal.

Namun seiring perkembangan zaman, bagi manusia berpikir kejutan pergantian musim yang secara tiba-tiba telah mengantarkannya untuk melahirkan suatu metode Rekayasa Genetika di dunia pertanian. Suatu rekayasa yang dapat menciptakan bibit padi dengan masa panen singkat dan hasilnya juga maksimal.
Hal seperti ini  harusnya di adopsi dan diterapakan digelanggang kemahasiswaan, sebagai contoh terjadinya pemotongan angkatan dikursi kelembaggaan kampus. “Setiap masa punya orang dan setiap orang punya masa” , kalimat sakral yang kini tidak berlaku. Pemotongan angkatan tak ubahnya bagaikan musim kemarau yang datang lebih awal, boleh dikata tidak terprediksikan. Tak heran, pemotongan angkatan sering menumbuh suburkan perasaan skeptis terhadap kualitas outpunya.Pasrah bukanlah pilihan namun  tiada jalan lain selain menerima, untuk itukita harus mensiasatinya agar kualitas ouput sesuai atau bahkan melebihi ekspektasi.

Dunia kampus selalunya berisikan dua kelas sosial, mahasiswa sadar dan mahasiswa tidak sadar.  Perbandingan kedua kelas secara kuantitas, mahasiswa tidak sadar mendominasi mahasiswa sadar. Akibatnya degradasi kepekaan sosial maupun keilmuan mahasiswa merebak sampai ketitik kritis. Penalaran yang mestinya berfungsi sebagai senjata analisis akan tetapi tidak bisa difungsikan bak  pistol tanpa peluruh.

Mahasiswa telah menindas dirinya sendiri, potensi-potensi kritis yang dimilikanya dimatikan denganjalan menulari diri dengan virus kebisuan. Diam adalah pilihan aman yang akan selalu membuat diri nyaman bagi mahasiswa-mahasiswa penghianat Anugrah Tuhan (penalaran). Diam disini bukan sekedar berarti tidak bersuara tetapi diam juga bermakna tidak mau bertindak atau mengaktualisasikan konsep hasil racikan.

Olehnya itu, perlu ditumbuhkan kesadaran paradigma kritis mahasiswa dalam merespon segala permasalahan yang melanda wilayah mahasiswa. Pucuk kesadaran akan bertunas jika virus kebisuan sudah divaksinisasi dengan cakrawala pengetahuan. Tentunya vaksin yang diracik dari proses membaca, diskusi dan menulis. Oleh karena itu,berhasil sebab tidak sekedar kritis bersuara tetapi juga kritis dalam bertindak. Dengan kata lain membaca, diskusi dan menulis adalah pemantik untuk bertindak. Kata  Fransiskus Tenouye.

Pribadi saya atas nama Fransiskus Tenouye menyampaikan, ketika kita belajar semampu kita. Kita akan meningkat mencoba penulis bahkan berfikir nalar dan mencoba mambangkit pola berfikir kita. Ujarnya Tenouye”

Penulis     : Fransiskus Tenouye
Tempat    : Kontrakan paniai di kendari
Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.