PENCARI FAKTA HAM INTERNASIONAL KE TANAH PAPUA SEBELUM BICARA OTONOMI KHUSUS JILID II
Undang-undang Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001 bagi Papua dan Papua Barat akan berakhir pada tahun 2021. Kini Jakarta melalui kementrian Hukum dan HAM mendorong upaya revisi undang2 tersebut. Meskipun orang Asli Papua belum memikirkan dan membahas Isi, struktur tentang muatan otonomi khusus tersebut selama dua dasawarsa belakangan ini.
Menurut catatan lembaga legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua (DPRP) bahwa sejumlah kewenangan yang diberikan undang-undang melalui perdasi dan perdasus yang dihasilkan lembaga ini tidak dapat terlaksana karena harus berbenturan dengan undang-undang lainnya. Lembaga ini mengalami kekeringan power.
Beberapa regulasi berupa proteksi OAP dan langkah-langkah afiirmatif mengalami hambatan serius. Mereka seolah-seolah kehilangan daya tawar dalam memproduksi produk hukum turunan dari undang-undang tersebut. Lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP) selama 2 kali menggelar Musyawarah Besar Rakyat Papa mengakui hal yang ekstrim bahwa otonomi khusus ini telah GAGAL. MRP adalah Spirit dari OTSUS sebagai lembaga representasi kultural tidak memiliki Power yang dapat memainkan peran dan fungsi dalam mengkawal daya juang dan eksistensi orang asli Papua.
Kewenangan yang dibatasi oleh undang2 telah menyeret lembaga ini ke dalam lorong kegelapan. Mereka tidak memiliki kewenangan regulatif. Mereka dipasung dalam kebodohan. Gubernur Papua Lukas Enembe mengajukan otonomi Otsus Plus diakhir masa jabatan presiden Susilo bambang Yudoyono tahun 2013 kandas di jakarta karena sejumlah fraksi DPRP tidak bisa mengakomodir dalam Prolegnas. Apa yang dilakukan pemerintah daerah, Dewan perwakilan Rakyat Provinsi Papua dan Majelis rakyat Papua tersebut merupakan tindak lanjut dari hasrat orang Asli Papua yang telah menolak kehadiran otsus sejak awal diberlakukan di Tanah Papua. Agustus 2005 Orang Asli Papua dalam demonstrasi besar2 menolak dengan menggelar peti mati ke lembaga Legislatif dan menyebutkan OTSUS adalah almarhum.
Hal yang sama pula dilakukan orang Asli Papua bersama majelis rakyat Papua (MRP) menyimpulkan bahwa otsus telah mati dan dikembalikan ke jakarta. Kemudian atas inisiatif bersama MUBES MRP dan rakyat Papua menghasilkan 11 rekomendasi. Forum ini sebenarnya menjadi kekuatan baru orang asli Papua untuk kembali Mengisi rongga udara atau oksigen dari otsus yang ada di dalam ruang ICU, namun tidak dihiraukan baik danbijaksana jakarta maupun Papua. Daya kritis hilang akibat semburan kekuasaan para oligarki lokal dan nasional yang seakan hidup di istana kayangan.
MENGAPA OTSUS TIDAK BERDAYA
Otsus tidak berjalan efektif lantaran banyak aspek yang mengganjal. Bagi pihak orang asli Papua watak rasis masih menjadi bagian yang merasuki jakarta dalam memandang orang asli Papua. karena itu orang asli papua sering kali memposisikan jakarta sebagai kolonial. dengan mindset demikian perlawanan tidak dapat dielakan. Bagi Jakarta segala protes dan perlawanan orang Asli Papua dilihat sebagai upaya merongrong negara. Cara pandang kaum oligarki kekuasaan yang menempel pada aspek social, politik dan kebudayaan telah menjadi toksin yang membunuh ide kolektif orang asli Papua yang disampaikan atas nama demokrasi. Pembungkaman demokrasi karena teror kekuasaan yang melibatkan peralatan negara secara masif membuat selubung demokrasi pecah. Birokrasi politik dan pemerintahan menyadari dasar bernegara dalam mengelolah administrasi negara tidak berjalan baik pasca otonomi khusus. Benturan antara undang-undang otsus dan undang lainnya serta instrumen turunannya mengalami hambatan implementasi.
Sejak otsus bergulir cara pandang pusat kekuasaan di jakarta terhadap orang asli Papua mengalami perubahan yang significant. Jakarta memantau Papua dengan mengirim berbagai spionase untuk memantau gerak-gerik orang asli Papua. Gerakan orang Asli Papua dihubungkan dengan pergerakan pembebasan Papua. orang Papua justru tertekan dan tidak bebas hidup. Kebebasan orang asli Papua akibat warisan gerakan reformasi 1998 tidak berjalan sesuai semangat reformasi. tahanan politic, rasisme menjadi trend tersendiri dalam negara Indonesia.
Otsus yang merupakan kumpulan pikiran oligarkhi Jakarta yang dipaksakan orang Papua masih dikendalikan dengan cara tidak demokratis. Kebebasan yang terkandung dalam otsus bersifat semu dan hanya menguntungkan kaum elit dan oligarkhi. Kekuasaan milik negara bukan milik orang Asli Papua dalam mengelolah sumber-sumber daya selama otsus. Otsus juga adalah mesin pemeras bagi Jakarta dalam mengamankan segala harta mereka di Tanah Papua. Perusahaan kapitalis yang bekerja sama dengan elit nasional sebagai kaum oligarkhi memeras kekayaan alam berjalan mulia. Papua menjadi mesin ATM elit oligarkhi Jakarta. Kejahatan kemanusiaan berkembang secara pesat akibat usaha untuk mewujudkan impian imperium dominium dalam kurung waktu yang singkat di tanah Papua.
OTSUS JILID II HARUS HADIRKAN TIM PENCARI FAKTA HAM INTERNASIONAL DI PAPUA
Sebelum bahas otsus jilid 2, jakarta dan Papua harus diaudit baik dari segi mindset, konstruksi pikiran, spritualitas, kebijakan, arah pembangunan, komunikasi politik, dll. Yang melakukan audit terhadap otsus papua bahkan manusia Papua adalah : TIM PENCARI FAKTA HAK AZASI MANUSIA INTERNASIONAL YANG INDEPENDENT DAN NETRAL DI TANAH PAPUA.
President Jokowi harus memenuhi janji ini. Langkah demikian adalalah cara yang bijaksana dan kreatif sebelum bahas postur, kandungan, jiwa dan Spirit dari undang-Undang Otonomi Khusus Jilid 2.
Hasil audit TIM HAM INTERNASIONAL harus diumumkan agar dapat menjadi acuan bagi penyusunan draf selanjutnya. TIM HAM INDEPENDENT INTERNASIONAL tersebut harus diberi ruang dan akses yang seluas-luasnya untuk memantau dinamika dan potret HAM di Tanah Papua.
Warta: Yosua kudiai
Editor:admin
SELAMAT KOMENTAR