SELAMAT DATANG BERKUNJUNG DI BLOG " YEWOPO WEDAUMA"
Type Here to Get Search Results !

INDONESIA DAN MEMBANGUN SIMPATI RAKYAT INDONESIA DAN KOMUNITAS INTERNASIONAL ==============

foto duc semelter
 

LEMBAGA MUSYAWARAH ADAT ( LMA ), KELOMPOK PEPERA KABUPATEN JAYAWIJAYA, DAN PARA BUPATI DI PAPUA MENAMPAR WAJAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN MEMBANGUN SIMPATI RAKYAT INDONESIA DAN KOMUNITAS INTERNASIONAL 



Beberapa Bupati di Provinsi Papua dan Lembaga Musyawarah Adat ( LMA) yang menamakan diri kelompok PEPERA yang telah menolak dan melakukan penyanderaan terhadap kedatangan Majelis Rayat Papua yang hendak melaksanakan Rapat Dengar Pendapat, atau Evaluasi Undang-undang Otonomi Khusus 2001 di Papua, sesuai amanat dan Konttusi Undang-undang Negara Rebuplik Indonesia.

Namun lembaga yang sangat terhormat itu ditolak dengan cara yang sangat tidak etis atau tidak sopan,  yang dilakukan oleh beberapa Bupati dan Masyarakat, untuk tidak melaksanakan kegiatan Rapat Dengar Pendapat, adalah telah menampar wajah Negara Rebuplik Indonesia di mata Internasional, karena Undang-Undang yang dimaksud di buat dan disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Aksi  secara spontan yang dilakukan Lembaga Musyawarah Adat, yang dibekap oleh pihak ke tiga, pada 15 November 2020, di Kabupaten Jayawijaya merupakan aksi menampar wajah Negara Republik Indonesia di mata Dunia Internasional, karena aksi yang dimaksud dilakukan tanpa ada surat perintah pemberitahuan kepada pihak apparat kepolisan. 

Penolakan terhadap anggota Majelis Rayat Papua ( MRP ) yang hendak melaksanakan Rapat Dengar Pendapat ( RDP ) secara terbuka di Wilayah Lapago, namun mereka dijemput dengan gerakan aksi masa yang diorganisir oleh Lembaga Musyawara Adat  ( LMA ) yang dibekap oleh oknum-oknum Intelijen dan orang-orang yang menamakan diri Kelompok pejuang Pepera. 

Sebenarnya kegiatan Rapat Dengar Pendapat untuk diseluruh Papua termasuk wilayah Lapago, dijadwalkan pada tanggal 17-18 November 2020, sesuai rencana pelaksanaan yang dimaksud Majelis Rayat Papua (MRP) tiba di Wamena Kabupaten Jayawijaya, tepat pada tanggal 15 November 2020, sekitar Pukul 09:30 Waktu Papua.

Begitu tiba diruangan Bandara Udara Wamena Kabupaten Jayawijaya, ketika rombongan hendak keluar dari pintu, dijemput oleh masa pro Otonomi Jilid II, kemudian kelompok tersebut melakukan orasi didepan Bandara dan berteriak untuk tidak melaksanakan, Rapat Dengar Pendapat, melihat kondisi yang sangat sulit dikendalikan, karena masa semakin banyak, sehingga rombongan tim Majelis Rayat Papua menyampaikan komidmennya tidak melaksanakan Rapat Dengar Pendapat ( RDP ) di Wilayah lapago. 

Dengan tutuntutan kelompok tersebut, rombongan Majelis Rayat Papua tidak sempat keluar bertatap muka lalu mereka tetap bertahan dalam ruangan kedatangan bandara Udara Wamena, penyandera terhadap tim Majelis Rayat Papua, terjadi dari Jam 09 sampai pukul 16:36, sekitar pukul 16:37, rombongan Tim Majelis Rayat Papua, kembali bertolak  ke Jayapura. 

Inisiatif Tim Majelis Rayat Papua, untuk memilih kembali ke Jayapura, sangat tepat setelah  melihat kondisi dilapangan bisa dapat terjadi bentrok antara kelompok Lembaga Musyawarah Adat yang menamakan diri Pejuang PEPERA dan pihak kelompok yang disandera, dalam situasi itu di Bandar udara Wamena Kabupaten Jayawijaya telah diduduki oleh aparat TNI/ POLRI, dengan pelatan senjata yang sangat lengkap, di tengah-tengah itu parkir sebuah mobil Banser, yang menurut saya sebenarnya situasi masih dianggap aman dan tenang. 

Ketika kordinasi dengan salah satu anggota Majelis Rayat Papua, pada saat sedang berada dipenyanderaan itu ia dapat mengatakan sebenarnya siapa saja punya hak untuk menyampaikan pendapat terbuka, kami sangat menghargai apa yang dilakukan kelompok Lembaga Masyarakat Adat, sebenarnya kami sangat mengharapkan mereka yang ikut demo juga ikut terlibat dalam proses pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat.

Sehingga mereka juga dapat menyampaikan dengan apa yang mereka mau sampaikan, secara terbuka, dan kami sangat menghargai apa yang disampaikan  Lembaga Musyawarah Adat, asal mereka dapat sampaikan aspirasi mereka dalam pertemuan yang dimaksud. ujar salah satu anggota Majelis Rayat Papua.

Undang-Undang Otonomi Khusus tahun 2001, diundang-undangkan melalui Amandemen kontitusi Negara Republik Indonesia, oleh karena itu Orang Asli Papua, Intelijen, Para Bupati  DPRP, DPRD  di Papua, Lembaga Musyawarah Adat LMA, TNI/POLRI, Kelompok Barisan Merah Putih, Dewan Adat Papua, sebenarnya tidak perlu menolak kehadiran Majelis Rayat Papua, guna melaksanakan Rapat Dengar Pendapat, karena evaluasi terkait Otonomi Khusus telah diamanatkan melalui Undang-undang Otonomi Khusus kepada Majelis Rayat Papua. 


Menurut saya apa bila ruang masyarakat di batasi atau dilarang untuk tidak melakukan Evaluasi atau Rapat Dengar Pendapat isu Papua Merdeka akan semakin menguat diakar rumput. Karena Otonomi Khusus Tahun 2001 di Papua lahir karena Orang Asli Papua hendak Menentukan Nasipnya sendiri, untuk memadamkan isu Papua merdeka lahirlah Undang-undang yang dimaksud. 

Seluruh elemen masyarakat dan pejabat di Papua perlu sadar bahwa, rencana Majelis Rayat Papua untuk melaksanakan Rapat Dengar Pendapat telah dibantu Dananya oleh Pemerintah Pusat, dengan anggaran biaya Negara untuk melaksanakan kegiatan Rapat Dengar Pendapat atau Evaluasi tentang Otonomi Khusus 2001.

Kalau terjadi penolakan kira-kira menurut saudara Majelis Rayat Papua memiliki mata uang dari mana dan Majelis Rayat Papua memiliki mata uang sendiri ? Sehingga mereka merencanakan Rapat Dengar Pendapat yang dimaksud ? Kita perlu sadar bahwa Majelis Rayat Papua melaksanakan kigiatan Rapat Dengar Pendapat amanat dan Kontitusi Undang-undang Negara Rebuplik Indonesia.

Saya baru saja membaca satu artikel di media tirto.id dengan Judul Jokowi: Otsu Berakhir 2021, Evaluasi Apakah Dirasakan Warga Papua” Jokowi Mengistruksikan, Tokoh-tokoh adat masyarakat, maupun Tokoh Agama yang ada di Papua dan Papua Barat didengar sebelum merumuskan kebijakan. Jogowi menuturkan perlu ada Evaluasi terkait penyuntikan Dana Otsus ke dua Provinsi tersebut karena angkanya sangat besar.

Selain itu kata Jokowi, perlu ada detail transparansi  dan akuntabilitas dalam peglolaannya. Itu menjadi bagian yang penting untuk menunjang, Good Governance. Penyalurannya, apakah betul-betul sudah ter-deliver ke masyarakat, apakah sudah tepat saran, outputnya seperti apa, kalua sudah jadi barang-barang apa,” tuturnya.

Jokowi juga mempertanyakan, apakah selama ini dana Otosus sudah dirasakan langsung manfaatnya  oleh masyarakat di Papua dan Papua Barat ? menurutnya, dampak kebijakan itu harus ditinjau ulang, sehingga Jokowi minta masyarakat atau tokoh-tokoh Papua dan Papua barat,harus diajak bicara sehingga kebijakan yang dirumuskan, murni sesuai kebutuhan mereka. 


Menurut Jokowi “ saya minta Kebijakan Otonomo Khusus Papua dan Papua Barat ini dikonsultasikan dengan seluruh Komponen Masyarakat yang ada  di Papua maupun Papua Barat. Ini penting sekali  “ ujarnya.

Presiden Jokowi menyatakan, Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat akan berakhir pada tahun 2021, itu sesuai dengan ketentuan berundang-undangan. Dana tersebut, muncul usai Pemerintah Indonesia mengakui telah salah mengerahkan Papua dari Pusat tanpa mendengar Warga daerah terkait itu. “ diperlukan sebuah kebijakan baru mengenai Dana Otonomi Khusus ini,” kata Jokowi Dalam Rapat terbatas di Istana Negara, Jakarta Rabu (11/03/2020). http://tirto.id/Jokowi-otsus-berakhir-2021-evaluasi apakah dirashkan Warga Papua.


Kalau saya membaca artikel ini secara Detail apa yang disampaikan  Presiden sangat jelas Dana Otonomi Khusus di Papua dan Papua Barat untuk di Evaluasai terbuka, sehingga melibatkan masyarakat sebagai penguna atau pemaanfaat Dana Otsus itu sendiri, sehingga masyarakat dapat menyampaikan aspiranya melalui Evaluasi yang dimaksud. Oleh karana itu Majelis Rayat Papua dan Papua Barat telah merencanakan untuk melaksanakan Rapat Dengar Pendapat dari Masyarakat. 


Komitmen orang Nomor 1 diseluruh Indonesia sudah sangat jelas, sehingga Majelis Rayat Papua dan Papua Barat, melaksanakan Rapat Dengar Pendapat, Namun beberapa Daerah bupati dan Wali Kota menolak untuk tidak melakukan Rapat Dengar Pendapat yang dijadwalkan Majelis Rayat Papua, pada tanggal 17-18 November 2020.

Menurut saya bagi Bupati-Bupati dan Wali Kota yang menolak kehadiran Majelis Rayat Papua, untuk melaksanakan Rapat Dengar Pendapat atau Evaluasi Undang-undang Otonomi Khusus 2001, terkait dengan tolak ukur keberhasilan, namun terjadi penolakan hingga sampai anggota Majelis Rayat Papua disandera, 9 jam di bandar Udara Wamena, pada tanggal 15 November 2020.

Tindakan penghalangan dan penyanderaan yang dilakukan oleh kelompok yang menamakan diri Lembaga Musyawarah Adat ( LMA ), atau kelompok PEPERA yang disitir oleh orang-orang tertentu dapat mencitrai harga diri Bangsa Indonesia. Istilah yang saya gunakan sekarang adalah Bangsa Republik Indonesia Menampar Wajahnya sendiri di mata Internasional.


Perlu juga ketahui bahwa Orang Aasli Papua untuk menerima Otonomi Khusus pada Tahun 2001, datang dan ditawar oleh pemerintah Uni Eropa dan kekerja sama dengan Pemerintah Rebuplik Indonesia, agar supaya masyarakat Orang Asli Papua untuk menerima Otonomi Khusus di Papua lebih dulu.


Sehingga Undang-undang Otonomi Khusus atau Evaluasi terkait dengan pengunaan Dana atau Revisi Undang-undangnya wajib dilakukan dengan terbuka, sehingga masyarakat internasional juga dapat mengetahui perkembangan Otonomi Khusus di Papua dan Papua Barat. Sehingga Bangsa Indonesia tidak dapat dinilai oleh masyarakat Internasional, tidak menamparkan mukanya sendiri.


Akhir dari tulisan ini saya meminjam dan mengutip pernyataan Gembala Dr. Socratez S.Yoman dalam artikel Realitas/Fakta: "SKENARIO KONFLIK ORIZONTAL TELAH GAGAL DI AIRPORT WAMENA, MINGGU, 15 NOVEMBER 2020", sebagai berikut

"Dari perspektif yang lebih luas, dipalangnya atau dihalanginya Tim RDP dan pulang tanpa pertemuan dengan OAP di Wamena itu bukan keberhasilan/Kemenangan Kelompok Milisi Barisan Merah Putih dan sponsor mereka. Ini sebenarnya skenario Negara untuk ciptakan konflik orizontal yang telah gagal. Jadi, perbuatan Kelompok BMP dan sponsornya ini adalah KEBOHONGAN DAN KEJAHATAN NEGARA yang BERJALAN TELANJANG TANPA KAKI DI TANAH PAPUA terbukti dengan penolakan yang terjadi pada rombongan Tim RDP pada Minggu, 15 November 2020 di Airport Wamena yang dilakukan Milisi Barisan Merah Putih. 


"Ini juga dikategorikan skenario aparat Negara yang konyol. Perilaku orang-orang yang menganggap diri berpendidikan dan berpangkat tetapi mereka sungguh-sungguh merusak wibawa Negara. Skenario ini yang sangat memalukan Indonesia dan menjadi bahan lelucon. Tindakan ini memperlihatkan kebodohan dan kegagalan Negara dan melanggar undang-undang."


"DULU, pada Pepera 1969 adalah orang-orang tua kami lebih khusus di gunung semua belum berpendidikan atau belum sekolah dan gampang ditipu dengan moncong senjata untuk tinggal dengan Indonesia. Tetapi, KINI/Sekarang: "KAMI SUDAH SEKOLAH." Penguasa Indonesia, TNI-Polri sedang menghadapi kami yang SUDAH SEKOLAH." 

 

Wamena, 18 November 2020


Pembela HAM Se-Dunia


Theo Hesegem

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.